R U M A H

menghadirkan informasi dan inspirasi memilih rumah yang tepat sesuai kebutuhan dan karakter

E K S T E R I O R

memberikan inspirasi estetik berkarakter bagi tampilan rumah anda

I N T E R I O R

kreasi tak terbatas bagi ruang dalam untuk mendukung aktivitas dan ekspresi yang beragam.

T A M A N dan L I N G K U N G A N

keramahan dan kesejukan taman untuk kenyamanan tempat tinggal.

F U R N I T U R

ragam kreasi furnitur yang memberikan dukungan interior yang pas dan apik.

Showing posts with label arsitektur. Show all posts
Showing posts with label arsitektur. Show all posts

Sunday, November 11, 2012

Menyatu Dengan Alam

Memiliki rumah tinggal bergaya modern dan menyatu dengan alam tropis merupakan impian masyarakat urban masa kini yang mendambakan suasana indoor-outdoor pada lahan yang terbatas. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk merangkul lingkungan di luar ke dalam rumah hunian.

Harapan Pemilik Rumah

Konsep arsitektur sebuah rumah hunian diolah untuk menciptakan konsep yang kreatif dan mengekspresikan gaya hidup pemilik rumah. Pada rumah yang berada di Bandung, Jawa Barat, ini sang arsitek Ronald Pallencacoe dan Erick Laurentius S dari konsultan Pranala Architect pun berdiskusi dengan pemilik rumah.
Dalam diskusi awal, pemili rumah merinci kebutuhan ruang yang cukup banyak, antara lain enam buah kanar tidur, fasilitas pendukung seperti ruang fitness dan home theater. Disamping itu, pemilik rumah menginginkan tampak muka hunian yang elegan tetapi tidak mencolok sekaligus melindungi privasi pemilik rumah.
Permintaan pemilik rumah yang paling penting adalah pengolahan ruang dalam yang berorientasi ke arah taman belakang yang mendominasi lahan dengan luas total 2.000 m2.

Desan Arsitektur Rumah Alam

Sebagai langkah pertama, arsitek mengolah lahan yang berbentuk seperti huruf L atau biasa disebut ngantong dengan cara membagi hunian menjadi tiga zona. Zona yang dibentuk adalah zona utama untuk ruangan bersifat publik, zona khusus untuk ruangan bersifat privat, dan zona pendukung untuk area servis. Sebuah area transisi dari halaman depan menuju ke ruang dalam hunian dan ke arah taman belakang diolah menjadi foyer sekaligus galeri pribadi pemilik rumah.
Formasi massa bangunan dirancang menyerupai huruf L dan ditempatkan di tengah lahan agar area sekitar batas kaveling dapat diolah menjadi taman samping. Massa bangunan yang posisinya ditarik jauh dari jalan di muka hunian ini didominiasi komposisi kubus geometris yang lugas dan diatur saling maju-mundur secara dinamis.


Courtesy : majalahasri.com
Majalah Griya Asri Vol. 13 No. 05, Mei 2012.

Saturday, October 20, 2012

Arsitektur Lengkung Bali

Menciptakan suatu hal yang tidak biasa, tentulah tidak semudah seperti cara biasa. Arsitek Andreas Didik dan Anggoro Wahyudianto yang dipercaya untuk mendesain hunian milik Affandy Minarno berhasil mewujudkan suatu gagasan baru yang diaplikasikan pada hunian ini.

Hunian yang sebagian berfungsi sebagai kantor ini dibangun setelah melalui komunikasi dan diskusi tentang desain dengan sang pemilik rumah. Didik yang ingin membuat sesuatu yang berbeda menjadi dasar dari konsep out of the box tersebut. Akhirnya arsitek mengusung bentuk lengkung untuk dijadikan pola dasar pembagian fungsi ruang dan sebagai “pembungkus” ruang dalam. Jadilah kemudian desain arsitektur dengan karakter lengkung.



Konsep tersebut diwujudkan dalam bentuk “permainan” pola bentuk massa bangunan yang menyimpang dari pola grid dan dikembangkan dalam bentuk lengkung.

Berada di atas lahan 496 m² dengan kondisi lahan yang berbentuk persegi, arsitek ingin memberikan konsep yang menyimpang dari keteraturan bentuk yang biasa pada rumah lengkung ini.

Arsitek membedakan dua area utama, yaitu rumah dan kantor, dengan mendesain karakter lengkung yang berbeda. Satu gubahan massa bangunan lengkung besar berada di bagian depan untuk area kantor dan gubahan massa bangunan dengan pola lengkung kecil untuk area hunian. Kedua massa bangunan ini disatukan oleh ruang keluarga yang berada pada lantai dasar. Namun, kedua masssa bangunan dipisahkan oleh kolam dan taman kecil yang merupakan titik ruang interaksi antara ruang dalam dan ruang luar.

Hunian yang berada di lahan cukup tinggi ini memiliki keunggulan dengan adanya panorama alam yang indah ke arah laut lepas. Untuk memanfaatkan pemandangan ini arsitek pun membangun roof garden yang dilengkapi dengan bale bengong sebagai ruang komunal yang segar. Apabila cuaca sedang cerah, dari bale bengong ini penghuni dapat melihat pemandangan Gunung Agung yang di kejauhan berlokasi di arah timur laut.

Secara keseluruhan hunian ini berhasil menghadirkan dua fungsi berbeda tanpa mengganggu setiap fungsinya berkat desain pola ruang yang baik. Apalagi hunian bersuasana tenang dan nyaman, sangat ideal sebagai tempat beristirahat berkat konsep indoor-outdoor yang bernuansa alami.












courtesy : majalahasri.com

Wednesday, September 21, 2011

Definisi arsitektur tropis

Tulisan Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch - UMBSalah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula.

Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan. Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan.

Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai. Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan.

Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai.

Para arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidakatau karena aturan membangun setempatkerap melakukan tindakan yang benar. Karya arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah.


Gambar: http://forum.tamanroyal.com

Bangunan dibuat dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar. Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern (post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekonstruksi (deconstruction architecture).

Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut arsitektur modern.

Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentu yang antara lain menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi.

Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi masalah iklim tersebut Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat.

Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi.Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu.

Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain yang tepat. Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu.

Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk' atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari.

Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteriakriteria fluktuasi suhu ruang (dalam unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen); intensitas cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar. Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang arsitektur tropis di Indonesia hingga saat ini cenderung keliru.

Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam bidang sejarah atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'. Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka yang mendalami persoalan iklim dalam arsitekturpersoalan yang cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan)akan dapat memberikan jawaban yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif.

Mereka yang dianggap ahli dalam bidang arsitektur tropisKoenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan Nick Baker memiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu sejarah atau teori arsitektur.Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampuradukkan dengan pengertian 'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara tropis.

Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan iniyang sebetulnya tidak seluruhnya benarpembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali. Dari sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional Indonesia.

Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan. Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka.

Arsitektur tropis dapat berbentuk apa sajatidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan kelembapan tinggi. (Tri Harso Karyono)Sepanjang sejarah bangunan dan arsitektur : menjawab tantangan terhadap iklim Bangunan tradisional dan moderen semua menjawab tantangan iklim Penyelesaian perlindungan angin, orientasi bangunan.

Pengetahuan iklim merupakan dasar bagi manusia untuk tinggal, akhirnya menjadi ekspresi untuk rancangannya. Perancangan berdasar iklim adalah satu pendekatan untuk mengurangi biaya energidalam bangunan.

Memahami Arsitektur Tropis dan Iklim


Arsitektur Tropis merupakan salah satu cabang ilmu arsitektur, yang mempelajari tentang arsitektur yang berorientasi pada kondisi iklim dan cuaca, pada lokasi di mana massa bangunan atau kelompok bangunan berada, serta dampak, tautan ataupun pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar yang tropis.

Arsitek 
Gambar: http://jendela-arsitek.blogspot.com

Bangunan dengan desain arsitektur tropis, memiliki ciri khas atau karakter menyesuaikan dengan kondisi iklim tropis, atau memiliki bentuk tropis. Tetapi dengan adanya perkembangan konsep dan teknologi, maka bangunan dengan konsep atau bentuk modern atau hitech, bias disebut bangunan tropis, hal ini diatasi dengan adanya system sirkulasi udara, ventilasi, bukaan, view dan orientasi bangunan, serta penggunaan material modern/hitech yang tidak merusak lingkungan. 

Arsitektur Tropis meliputi berbagai macam hal yang menyangkut desain bangunan atau kawasan yang berkarakter bangunan tropis, dengan pengaruh atau dampak terhadap lingkungannya. 

Desain bangunan dengan karakter tropis, memiliki beberapa persyaratan sebagai berikut, yaitu : harus memiliki view dan orientasi bangunan yang sesuai dengan standar tropis (building orientation), menggunakan bahan atau bagian pendukung kenyamanan pada kondisi tropis, seperti; sunshading, sunprotection, sunlouver, memperhatikan standar pengaruh bukaan terhadap lingkungan sekitar(window radiation), serta memiliki karakter atau ciri khas yang mengekpos bangunan sebagaibangunan tropis, dengan penggunaan material ataupun warna-warna yang berbeda.

Tulisan : Dr. Ir. M. Syarif Hidayat M.Arch - UMB

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...